Pagi itu, udara di halaman SD Negeri 33 Talang Kelapa terasa begitu sejuk. Matahari belum terlalu tinggi, namun semangat para siswa dan guru sudah menyala terang. Dengan pakaian seragam rapi, mereka berdiri tegak mengikuti Upacara Peringatan Hari Kesaktian Pancasila. Suara pembawa acara yang lantang mengiringi suasana yang penuh khidmat.

Di barisan depan, bendera merah putih berkibar gagah di tiang tertinggi. Setiap mata tertuju ke sana — simbol keberanian dan persatuan bangsa. Saat lagu kebangsaan dikumandangkan, suara kecil para siswa menyatu, mungkin tak semuanya sempurna, tapi terdengar begitu tulus.

Hari itu bukan sekadar upacara. Hari itu adalah pengingat, bahwa Pancasila pernah diuji — namun tetap tegak, tak tergoyahkan. Di dinding sekolah terpajang foto-foto para Pahlawan Revolusi, wajah-wajah yang tenang namun menyimpan kisah perjuangan dan pengorbanan. Anak-anak menatapnya dengan kagum, mungkin sebagian belum sepenuhnya mengerti, tapi mereka bisa merasakan: inilah orang-orang yang menjaga Indonesia tetap berdiri.

Kepala sekolah selaku Pembina Upacara memberikan pesan singkat namun dalam maknanya. Ia berkata bahwa kesaktian Pancasila bukan hanya karena sejarah, tapi karena setiap warga bangsa mau menjaga nilai-nilainya — gotong royong, keadilan, persatuan, dan cinta tanah air. Guru-guru mengangguk, siswa-siswa mendengarkan dengan mata berbinar.

Di akhir upacara, suasana menjadi tenang. Angin berhembus lembut, seakan membawa doa-doa kecil dari hati semua yang hadir. Doa agar semangat para pahlawan tetap hidup dalam diri mereka, agar nilai Pancasila tak hanya dihafal, tapi juga dijalankan dalam setiap tindakan, sekecil apa pun.

Peringatan Hari Kesaktian Pancasila di SD Negeri 33 Talang Kelapa pun usai dengan penuh makna. Tak ada kemegahan berlebihan, tapi ada kehangatan dan kebanggaan yang sulit dijelaskan — bahwa di sekolah sederhana ini, cinta pada Pancasila tumbuh dengan cara yang paling indah: lewat ketulusan dan kebersamaan.